K OPI dengan kode HS 090121 yakni KOPI digongseng, tidak dihilangkan kafeinnya, dan 090122 yakni KOPI
digongseng, dihilangkan kafeinnya hampir seluruhnya dalam bentuk bubuk.
Andaikan ada dalam bentuk “unground” pun, hanya dalam jumlah kecil saja
(kurang dari 10%). Oleh ITC keduanya disatukan dengan pertimbangan
bahwa KOPI digongseng atau disangrai dan masih “unground” pada
akhirnya akan dibuat bubuk dengan proses yang mudah. Dengan demikian
berdasarkan data ITC, ekspor KOPI bubuk Indonesia kurang dari
satu persen dari total ekspor. Pada 2008 misalnya, ekspor dalam bentuk
biji masih sangat mendominasi yakni mencapai 99,8% dari total 468.749
ton. Paling tidak ada dua alasan mengapa ekspor KOPI Indonesia masih tetap dominan dalam bentuk biji, pertama karena pihak importir di negara tujuan utama ekspor KOPI seperti Jepang lebih menginginkan ekspor dalam bentuk biji dari pada sudah dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk KOPI olahan lainnya.
Pihak importir atau negara-negara konsumen lebih suka mencampur sendiri dari pada membeli KOPI bubuk olahan. Karena mereka lebih paham selera pasar konsumen KOPI di negaranya sendiri, dan juga memiliki pengalaman dalam roasting dan blending KOPI
sangat baik. Kedua, para eksportir dari Indonesia sendiri juga lebih
menyukai ekspor dalam bentuk biji karena langsung mendapat pembayaran
dalam bentuk cash, dari pada mensuplai produsen KOPI dalam negeri
yang kadang kala pembayarannya setelah barang dikirim plus dibebankan
pajak pertambahan nilai (PPN). Sekalipun mungkin saja profit penjualan
ke pasar lokal lebih besar dibandingkan ekspor.
Yang menarik pula adalah selain volume ekspor KOPI
bubuk Indonesia masih kecil, dalam tujuh tahun terakhir ekspor tampak
fluktuatif dengan kecenderungan volume yang makin menurun. Untuk HS
090121, pada 2008 hanya tercatat sebanyak 153 ton saja, dan tertinggi
pada 2009 yakni sebesar 1.567 ton. Jumlah ini pun berdasarkan data BPS
yang Kode HS-nya ditampilkan lebih rinci menunjukkan bahwa KOPI
yang benar-benar bubuk hanya 138,5 ton (HS 0901212). Sisanya yang 14,5
ton (HS 0901211) adalah dalam bentuk biji yang disangrai.
Kemudian, untuk HS 090122, pada 2008 tercatat
sebanyak 108 ton. Jumlah ini menurut data BPS hampir seluruhnya (99,3%)
atau 107.468 kg dalam bentuk bubuk (HS 0901222), dan sisanya yang 741 kg
(HS 0901221) dalam bentuk biji disangrai (tidak ditumbuk). Pada 2009
volume ekspor naik menjadi 349 ton.
Menurut data ITC, ekspor tertinggi KOPI bubuk digongseng dan tidak dihilangkan kafeinnya terjadi pada 2009 yakni 1,567 ton ton. Sedangkan KOPI bubuk digongseng dan dihilangkan kafeinnya terjadi pada 2006 yakni mencapai 1.471 ton.
Sama halnya dengan volume ekspor KOPI digongseng baik yang tidak dihilangkan kafeinnya maupun dihilangkan kafeinnya tergolong kecil dibandingkan ekspor KOPI
dalam bentuk biji, masing-masing US$ 1,03 juta atau 0,10% untuk ekspor
dengan kode HS 090121 dan US$ 0,41 juta atau 0,04% untuk ekspor dengan
kode HS 090122. Padahal harga KOPI bubuk baik yang digongseng
maupun yang tidak digongseng cenderung terus meningkat dalam lima tahun
terakhir (2004-2008), setelah sebelumnya cenderung terus menurun hingga
tahun 2003. Momentum kenaikan harga ini mustinya dapat dimanfaatkan oleh
produsen KOPI bubuk di dalam negeri untuk menggenjot volume ekspor. Sayangnya hal itu tidak terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar