BOGOR (Berita SuaraMedia) - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Syarifuddin Hasan menantang para mahasiswa maupun sarjana yang hingga kini belum bekerja untuk menjadi wirausahawan pemula. Menteri menantang para sarjana untuk menciptakan lapangan kerja, bukan mencari kerja.
"Saya ajak Anda berhenti mencari kerja, tapi menciptakan kerja. Bagi yang membutuhkan dana untuk memulai usaha, silakan datang ke Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM)," kata Syarifuddin pada seminar dan lokakarya nasional tentang daya saing internasional Indonesia yang digelar Institut Pertanian Bogor (IPB) menyambut Dies Natalis Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) ke-9 di Bogor.
Syarifuddin mengatakan, salah satu upaya meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat dunia adalah dengan menyiapkan program-program yang difokuskan untuk mencetak wirausahawan berbasis sarjana. Saat ini, kata dia, setidaknya tercatat sebanyak 625 ribu sarjana yang menganggur, sehingga sumberdaya manusia potensial tersebut perlu mendapatkan perhatian.
Namun, Menteri menyadari, ajakannya untuk "berhenti mencari kerja" dan mengubahnya menjadi "menciptakan kerja" terkesan klise. Apalagi, hal itu diucapkan oleh seorang menteri, terlebih karena faktor kendala ketersediaan modal untuk menjadi wirausahawan.
"Saya yakin dengan ilmu pengetahuan dan militansi kelompok yang dihasilkan dari perguruan tinggi ini ada celah untuk mengurangi angka pengangguran," ujarnya.
Guna mendapatkan modal usaha, Menteri hanya meminta dengan apa yang disebutnya "serahkan apa yang paling Anda cintai". Ia kemudian menjawab sendiri pengertian itu, yakni bukan kekasih atau pacar, melainkan ijazah perguruan tinggi yang dimiliki masing-masing sarjana, untuk dijadikan bukti mendapatkan modal usaha.
Bukti ijazah perguruan tinggi itu, kata dia, sekaligus sebagai "garansi moral", karena modal usaha yang dikucurkan tersebut adalah uang negara yang mesti dipertanggungjawabkan secara benar.
Dikemukakannya, selain modal usaha, bagi yang tertarik menjadi wirausahawan juga akan mendapatkan pelatihan pendukung usaha lainnya, sehingga dalam perjalanannya nanti bisa mendapatkan bantuan modal lebih besar lagi. Untuk itu, Menteri merujuk pada skema kredit usaha rakyat (KUR), yang bisa mengakomodasi bantuan dana hingga sebesar Rp500 juta.
Dalam kaitan tersebut, ia berharap bahwa pada lima hingga 10 tahun mendatang, tidak mustahil wirausahawan yang ada bisa menjadi sekelas konglomerat.
Berkaitan dengan konglomerasi itu, di awal seminar dan lokakarya itu, ia juga menyatakan bahwa koperasi maupun UKM, yang sudah menjadi aset nasional dan soko guru perekonomian bangsa, jika dikelola baik tidak mustahil akan menjadi kekuatan ekonomi sekelas konglomerat.
Menkop dan UKM merujuk fenomena serupa di Korea Selatan, yang mampu bermain pada industri dan usaha sejak dari hulu hingga hilir.
Untuk itu, kata dia, koperasi mesti mendapatkan perhatian utama dari pemerintah, dan juga dukungan pemikiran dari kalangan perguruan tinggi, termasuk di IPB yang mempunyai ilmuwan di bidang semacam itu. Surabaya
"Kalau saya ajak berwirausaha, mahasiswa bisa saja bilang enak kalau hanya ngomong. Karena itu, saya siap memberi modal, tapi bawa ijazah ke Kementerian Koperasi dan UKM," katanya di Surabaya.
Saat berbicara dalam dialog tentang "Technopreneur Gathering 2010" di ITS Surabaya, ia mengatakan modal yang disiapkan sebenarnya hanya bersifat stimulus supaya usaha yang dikembangkan dapat "berjalan."
"Karena itu, kami hanya menyiapkan Rp500 juta per tahun dan kami akan mengutamakan proposal yang bersifat usaha produksi, bukan perdagangan, sebab kalau produksi itu dapat membantu orang lain untuk mendapatkan pekerjaan juga," tuturnya.
Namun, katanya, modal yang sekadar untuk "jalan" itu dapat dikembangkan dengan modal dalam bentuk lain yang juga dikembangkan pemerintah, yakni KUR (kredit usaha rakyat) yang mencapai Rp86,5 triliun dalam lima tahun (2009-2014).
"Kami tahu kalau mahasiswa menjadi pemula dalam wirausaha itu tidak akan mudah berhubungan dengan perbankan, karena itu kami siapkan modal dengan agunan berupa ijazah. Itu juga karena kami juga harus mempertanggungjawabkan uang negara," ucapnya menegaskan.
Ia mengaku pihaknya sudah berkeliling pada belasan kampus di Indonesia untuk menawarkan program permodalan untuk wirusahawan muda dari kalangan mahasiswa itu, dan kini tercatat 6.000 mahasiswa yang tertarik.
"Tapi, hanya 3.500 mahasiswa yang tertarik melakukan aplikasi dari usahanya (usaha yang bersifat produksi), kemudian kami beri orientasi tentang manajemen dan tampaknya sekarang sudah ada 1.500 mahasiswa yang berkembang usahanya," paparnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap mahasiswa ITS Surabaya menambah jumlah wirausahawan muda dari kalangan mahasiswa, sehingga akan dapat mengurangi jumlah sarjana pengangguran yang saat ini mencapai 626 ribu orang.
"Saya sendiri langsung tertarik datang ke ITS, karena saya baca dalam proposal undangan itu memang menyebutkan bila ITS sudah mengajarkan technopreneurship selama tujuh tahun, sehingga mahasiswa ITS pasti akan lebih kreatif," katanya mendapat applaus dari puluhan mahasiswa yang hadir.
Selain itu, pihaknya juga siap belajar kepada ITS tentang "Ilmu Technopreneur" yang sudah bertahun-tahun diajarkan di kalangan mahasiswa teknik itu.
"Yang jelas, peluang wirausaha di Indonesia saat itu cukup luas, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah membaik dan kami proyeksikan mencapai 7,7 persen pada tahun 2014, apalagi potensi pasar yang cukup besar," katanya.
Bahkan, lanjutnya, kalangan asing meramalkan Indonesia akan menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang besar bersama Brazil, Rusia, India, dan China pada tahun 2020 atau sering disebut "BRIIC 2020" (Brazil, Rusia, India, Indonesia, China di tahun 2020).
"Karena itu, manfaatkan peluang yang terbuka luas itu, apalagi anak muda itu biasanya memiliki semangat pantang menyerah," ujarnya didampingi Pembantu Rektor IV ITS Prof Ir Eko Budi Djatmiko MSc PhD.
Syarifuddin Hasan menyebutkan saat ini setidaknya tercatat 625 ribu sarjana menganggur sehingga sumberdaya manusia potensial tersebut perlu mendapatkan perhatian guna menghadapi persaingan.
Da mengajak mahasiswa dan sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan untuk menyambut tantangan yang diberikannya dengan terjun menjadi wirausahawan pemula.
"Saya yakin dengan ilmu pengetahuan dan militansi kelompok yang dihasilkan dari perguruan tinggi ini ada celah untuk mengurangi angka pengangguran," katanya. (fn/km/lc/a2nt) www.suaramedia.com
Berkaitan dengan konglomerasi itu, di awal seminar dan lokakarya itu, ia juga menyatakan bahwa koperasi maupun UKM, yang sudah menjadi aset nasional dan soko guru perekonomian bangsa, jika dikelola baik tidak mustahil akan menjadi kekuatan ekonomi sekelas konglomerat.
Menkop dan UKM merujuk fenomena serupa di Korea Selatan, yang mampu bermain pada industri dan usaha sejak dari hulu hingga hilir.
Untuk itu, kata dia, koperasi mesti mendapatkan perhatian utama dari pemerintah, dan juga dukungan pemikiran dari kalangan perguruan tinggi, termasuk di IPB yang mempunyai ilmuwan di bidang semacam itu. Surabaya
"Kalau saya ajak berwirausaha, mahasiswa bisa saja bilang enak kalau hanya ngomong. Karena itu, saya siap memberi modal, tapi bawa ijazah ke Kementerian Koperasi dan UKM," katanya di Surabaya.
Saat berbicara dalam dialog tentang "Technopreneur Gathering 2010" di ITS Surabaya, ia mengatakan modal yang disiapkan sebenarnya hanya bersifat stimulus supaya usaha yang dikembangkan dapat "berjalan."
"Karena itu, kami hanya menyiapkan Rp500 juta per tahun dan kami akan mengutamakan proposal yang bersifat usaha produksi, bukan perdagangan, sebab kalau produksi itu dapat membantu orang lain untuk mendapatkan pekerjaan juga," tuturnya.
Namun, katanya, modal yang sekadar untuk "jalan" itu dapat dikembangkan dengan modal dalam bentuk lain yang juga dikembangkan pemerintah, yakni KUR (kredit usaha rakyat) yang mencapai Rp86,5 triliun dalam lima tahun (2009-2014).
"Kami tahu kalau mahasiswa menjadi pemula dalam wirausaha itu tidak akan mudah berhubungan dengan perbankan, karena itu kami siapkan modal dengan agunan berupa ijazah. Itu juga karena kami juga harus mempertanggungjawabkan uang negara," ucapnya menegaskan.
Ia mengaku pihaknya sudah berkeliling pada belasan kampus di Indonesia untuk menawarkan program permodalan untuk wirusahawan muda dari kalangan mahasiswa itu, dan kini tercatat 6.000 mahasiswa yang tertarik.
"Tapi, hanya 3.500 mahasiswa yang tertarik melakukan aplikasi dari usahanya (usaha yang bersifat produksi), kemudian kami beri orientasi tentang manajemen dan tampaknya sekarang sudah ada 1.500 mahasiswa yang berkembang usahanya," paparnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap mahasiswa ITS Surabaya menambah jumlah wirausahawan muda dari kalangan mahasiswa, sehingga akan dapat mengurangi jumlah sarjana pengangguran yang saat ini mencapai 626 ribu orang.
"Saya sendiri langsung tertarik datang ke ITS, karena saya baca dalam proposal undangan itu memang menyebutkan bila ITS sudah mengajarkan technopreneurship selama tujuh tahun, sehingga mahasiswa ITS pasti akan lebih kreatif," katanya mendapat applaus dari puluhan mahasiswa yang hadir.
Selain itu, pihaknya juga siap belajar kepada ITS tentang "Ilmu Technopreneur" yang sudah bertahun-tahun diajarkan di kalangan mahasiswa teknik itu.
"Yang jelas, peluang wirausaha di Indonesia saat itu cukup luas, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah membaik dan kami proyeksikan mencapai 7,7 persen pada tahun 2014, apalagi potensi pasar yang cukup besar," katanya.
Bahkan, lanjutnya, kalangan asing meramalkan Indonesia akan menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang besar bersama Brazil, Rusia, India, dan China pada tahun 2020 atau sering disebut "BRIIC 2020" (Brazil, Rusia, India, Indonesia, China di tahun 2020).
"Karena itu, manfaatkan peluang yang terbuka luas itu, apalagi anak muda itu biasanya memiliki semangat pantang menyerah," ujarnya didampingi Pembantu Rektor IV ITS Prof Ir Eko Budi Djatmiko MSc PhD.
Syarifuddin Hasan menyebutkan saat ini setidaknya tercatat 625 ribu sarjana menganggur sehingga sumberdaya manusia potensial tersebut perlu mendapatkan perhatian guna menghadapi persaingan.
Da mengajak mahasiswa dan sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan untuk menyambut tantangan yang diberikannya dengan terjun menjadi wirausahawan pemula.
"Saya yakin dengan ilmu pengetahuan dan militansi kelompok yang dihasilkan dari perguruan tinggi ini ada celah untuk mengurangi angka pengangguran," katanya. (fn/km/lc/a2nt) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar