PARA pakar phitopharmaka ( ahli tanaman obat ) sepakat bahwa Indonesia memang kaya potensi tanaman obat-obatan. Kekayaan plasma nuftah kita kedua terbesar di dunia setelah Brasil. Namun anehnya, dalam perkembangan percaturan bisnis phitofharmaka, kita malah kalah terkenal dibandingkan dengan Cina. Negara “Tirai Bambu” ini telah membangun citra bisnis obat-obatan herbal ini, konon sudah berumur lebih dari 6.000 tahun.
Hal ini dibuktikan dengan adanya buku-buku pengobatan kuno yang telah berumur ribuan tahun. Salah satu buku pengobatan kuno yang terkenal dan terlengkap adalah Huang Ti Nei Ching ( Pengobatan internal Kaisar Kuning ). Buku pengobatan kuno ini diperkirakan dibuat pada abad ke-3 sebelum masehi.
Para pakar mengatakan, dari sejumlah 40.000 jenis tanamana di dunia, 30.000 jenis di antaranya terdapat di Indonesia. Dari sejumlah itu sampai sejauh ini tidak kurang dari 1.375 jenis tanaman terdeteksi sebagai tanaman obat-obatan. Namun, yang sudah dimanfaatkan baru sekira 400 jenis dan yang masih diteliti hanya 10 jenis saja.
Melihat angka yang tertera itu, kita sangat prihatin sekali. Karena kendati kita kaya dengan sumber daya tanaman obat-obatan, penggunaannya kecil sekali. Di Indonesia, penggunaannya masih setengah-setengah. Sementara itu, di negara Eropa dan AS saat ini justru sedang gencar-gencarnya mengadakan penelitian dan langsung ke tingkat pemakain.
Tampaknya back to nature oleh orang-orang Barat sudah bukan semboyan lagi. Mereka justru melihat bahwa pemakaian bahan kimia sintetik untuk obat banyak menimbulkan masalah dan biayanya pun lebih tinggi. Untuk memasok kebutuhan bahan baku, mereka mengimpor dari Indonesia, Cina, Thailand, dan Malaysia yang cukup luas hutan-hutannya.
Hal lain yang menarik untuk diungkapkan dalam tulisan ini adalah terdapat banyak bahan-bahan obat alami asli Indonesia yang entah bagaimana mulanya, malah lebih terkenal di negara lain. Untuk ini, saya sebut satu saja, yaitu tanaman “Mahkota Dewa”, di negeri “Tirai Bambu” banyak dijadikan sebagai bahan dasar obat tradisional mereka. Di Cina tanaman, yang habitat alamnya berasal dari Papua (Irian Jaya) ini dikenal dengan nama lain yaitu “Shian Thno”.
Racun untuk pengobatan
Menurut H. Sarah Kriswanti, penduduk KPAD Geger Kalong Bandung, yang banyak mengoleksi tanaman obat-obatan mengungkapkan, Mahkota Dewa adalah tanaman aperduk yang bisa mencapai ketinggian lima meter. Ia dapat tumbuh dari ketinggian 10 m dpl ( di atas permukaan laut ) hingga 1.200 m dpl.
Bahan yang dapat dimanfaatkan untuk obat adalah bagian buahnya yang apabila telah tua benar-benar sangat menarik untuk dimakan. Padahal, buah itu sungguh sangat beracun apabila tidak diolah dahulu. Setelah diolah dikeringkan, buah irisan keringan itu bisa ditambah dengan campuran lain untuk memperkuat pengobatannya. Misalnya saja, agar tidak menjadi beser (kencing terus-menerus) bisa dicampur dengan daun mimba, dsb.
Diungkapkan Ny. Sarah, banyak peminat racikan “Mahkota Dewa” yang sudah divonis dokter setelah mencoba racikannya malah jadi sembuh total. “Dalam hubungan ini, saya sendiri selalu menganjurkan agar setelah meminum ramuannnya selalu konsultasi dengan dokter untuk memantau perkembangan kesehatannya. Dahulu, pada awalnya saya hanya hobi saja mengumpulkan tanaman obat-obatan untuk kebutuhan keluarga. Namun, setelah satu dua orang memohon pertolongannya untuk memberikan racikan tanaman obatnya. Eeeehhh, ternyata dia sembuh oleh tanaman obat itu.
Atas pertanyaan, ia juga mengungkapkan banyak pasien-pasien yang telah sembuh ahirnya membeli bibit tanaman obat hasil koleksinya. Selain membeli tanaman bibit, mereka juga memberi obat herbal yang sudah dikeringkan. “Karena banyak juga orang yang datang, tidak sabar menunggu tumbuh besarnya koleksi tanaman mereka. Untuk ini, mereka membeli langsung racikan koleksi tanaman obat saya,” katanya serius.
Di rumahnya yang munggil, dari sejak halaman muka hingga ke belakang, dikoleksi tanaman obat, selain Mahkota Dewa, ada sambiloto, Kunyit putih, Jahe Merah, Pegagan atau antatan, dan Mimba. Namun, di atara tanaman-tanaman itu yang sangat dibanggakan adalah tanaman “Mahkota Dewa”. Tanaman ini memang jadi andalannya karena fungsi penyembuhannya sangat luas dan banyak.
Beberapa jenis penyakit yang telah disembuhkan a.l. penyakit kanker ( bermacam-macam ). Banyak komentar dari para pasien penyakit ganas ini, mereka lebih memilih pangobatan dengan “Mahkota Dewa” dibandingkan dengan menggunakan bahan kimia. Hasilnya ternyata lebih baik dan cespleng.
Selain kanker, juga penyakait jantung, lever, diabetes, darah tinggi, rematik, atau asam urat tinggi, penyakit ginjal. Bahkan untuk penambah stamina, tidak kalah dengan obat-obat suplemen yang sudah ada sekarang. Ramuan “Mahkota Dewa” dicampur dengan ramuan jahe merah ternyata mampu membangkitkan “si Tole” yang telah lama tidur lelap. Banyak lagi jenis penyakit yang berhasil dilawan “Mahkota Dewa” ini, tapi bila ditulis di halamam koran kita ini mungkin tidak akan termuat.
Itulah sedikit gambaran bahwa ternyata tanaman liar yang ada di Bumi Pertiwi ini ternyata bisa mendunia dan lebih manjur dari obat-obat kimia yang jauh lebih berbahaya. Semoga bermanfaat. (Dedi Riskomar)
Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar