selamat datang

wellcome di peluang & spirit

Jumat, 04 Maret 2011

Kurkumin (Kunyit dan Temulawak) untuk Menekan Sel Kanker

Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman kunyit dan temulawak. Secara tradisional, kurkumin sudah dimanfaatkan dalam pengobatan di Asia, termasuk Indonesia, untuk mengobati luka, menghilangkan rasa nyeri dan artritis. Kini para ahli menemukan bahwa kurkumin juga bisa mengobati kanker.
Tanaman temulawak hanya ada di Indonesia. Tanaman ini banyak ditemukan di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku Selatan. Karena potensinya yang besar sebagai obat masa depan, kini para ahli memusatkan perhatiannya pada tanaman asli Indonesia ini.
Ada banyak data dan literatur yang menunjukkan bahwa kunyit dan temulawak berpotensi besar sebagai anti-inflamasi, antivirus, anti-imunodefisiensi, antibakteri, antijamur, anti-oksidan, antikarsinogenik, dan anti-infeksi.
Menurut Timothy Moynihan, MD, konsultan medik onkologi dari Mayo Clinic, kandungan anti-oksidan pada kurkumin mampu mengurangi inflamasi dan pembengkakan. “Kurkumin banyak diteliti sebagai obat kanker karena inflamasi atau peradangan banyak ditemukan pada pasien kanker,” ujarnya.
Penelitian menunjukkan, anti-oksidan kunyit dapat melindungi lemak, hemoglobin, dan DNA dari serangan radikal bebas. Zat antikanker yang terdapat dalam kunyit juga memiliki tosisitas selektif yang dapat menghancurkan sel kanker tanpa merusak jaringan normal sehingga dapat meminimalkan efek samping.
Studi laboratorium dan hewan percobaan menunjukkan, kurkumin mampu memperlambat penyebaran kanker dan pertumbuhan sel tumor dalam pembuluh darah. “Hal ini menyebabkan sel kanker mati,” tambah Moynihan. Berbagai riset di laboratorium menunjukkan, kurkumin efektif untuk mencegah kanker kolon, prostat, dan kanker payudara.
Meski demikian, menurut Moynihan, studi yang saat ini dilakukan masih pada tahap awal sehingga para ahli belum merekomendasikan obat herbal ini dalam terapi atau pencegahan kanker. Hingga kini penelitian mengenai kurkumin masih terus dilakukan para ahli.
sumber: Kompas.com, Editor: acandra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar