Deru barisan kutil dalam ketimpangan alam
Menjinjitkan langkah menguntit kegelisahan
Murka durjana dalam sekutu baris yang telanjang
Tanpa busana berkumis tebal dengan siung kekuasaan
Rintih perut telanjang singsingkan lengan
Gerak pun terbatasi dengan susunan ketimpangan
Dengan sedikit harapan akan murka yang menamakan dirinya dewa
Dalam kerinduan akan belai canda yang hiasi dinding bertahan
Rintihan perut telanjang
Sekian hari semakin kering tak terurus
Sampai kapan, sekian hari berproses menunggu jawab
Dari gaung suara yang menamakan dirinya dewa
Setetes setitik serta sejimpit harap dari jutaan harap
Bahkan dari milyaran harap yang telah terusung dalam jantung realisasi
Pergi, engkau datanglah lagi
Jenguk kami meski kau tak menampakkan diri
Ketimpangan
‘ketidak jelasan
Kemurkaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar