selamat datang

wellcome di peluang & spirit

Senin, 28 Februari 2011

Buk- Apium graveolens (Seledri).

Didik Gunawan dari berbagai sumber
Sinonim : Oenanthe stolonifera DC.
Deskripsi
Herba tegak, dapat tumbuh lebih dari dua tahun, daun berpangkal pada batang dekat tanah,  bertangkai, dan di bagian bawah sering terdapat daun muda di kedua sisi tangkainya, helaian daun berbentuk lekuk tangan, tidak terlalu dalam, panjang 2-5 cm, lebar 1,5-3 cm, baunya sedap, khas. Batang kaku dan bersiku, berupa batang semu, tinggi tanaman mencapai 25-100 cm. Bunga tersusun majemuk, bertangkai pendek-pendek, bergerombol kecil, berwarna putih sampai hijau keputihan. Buah membulat, panjang 1-2 mm, berwarna coklat lemah sampai coklat kehijauan suram. Tanaman ini sangat mudah dikenal karena secara luas digunakan sebagai sayuran atau lalapan oleh masyarakat di Indonesia.9


Apium (bahasa Latin) berarti beraroma, graveolens (bahasa La­tin) pe­nyebar bau. Dalam perdagangan di­kenal ada 3 macam seledri, ya­itu sele­dri air (A. graveolens var. syl­vestre Alef.); seledri daun (A. gra­veolens var. secali­num Alef.) dan se­ledri putih atau seledri pucat (A. graveolens var. dul­ce. Mill. DC.). Seledri air batang se­munya kecil kurus, berwarna hijau ge­lap, liat dan sulit dipatahkan, tumbuh di tanah yang selalu berair (seperti kangkung), sedang seledri daun (dise­but juga seledri tanah, batang semunya menggembung dan lebih renyah. Dapat tumbuh di tanah kering yang relatif miskin hara. Seledri putih jarang dijumpai di pasar, karena warnanya terkesan tidak segar. Di pasaran internasional (juga ditemui di Indonesia) juga masih ada seledri lain yang jenisnya berbeda dengan ke tiga seledri di atas, yaitu selèdri ge­dhé (bah. Jawa) atau giant celery (A. graveolens var. repaceum Alef.) yang dikembangkan dari Eropa. Sesuai dengan nama­nya, seledri ini, batang dan daunnya besar-besar dan diperoleh dari hasil pemuliaan bibit unggul.4, 6, 9
Banyak ditanam di sawah atau ladang.8 Di kalangan masyarakat tanam­an ini termasuk komoditi sayuran yang sangat populer.
Kegunaan Tradisional di Masyarakat
Secara tradisional herba seledri digunakan sebagai pemacu enzim pencernaan atau sebagai penambah nafsu makan, peluruh air seni dan penurun tekanan darah.1

Disamping itu digunakan pula untuk memperlancar keluarnya air seni, mengurangi rasa sakit pada rematik dan gout, juga digunakan sebagai anti kejang.14 Dekokta biji digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri lambung, rematik dan encok.12 Bijinya juga diyakini memiliki efek sedatif terhadap sistem syaraf sentral. Sering dipakai untuk mengobati penderita bingung.
Selebihnya daun dan batang seledri sangat populer sebagai sayur, lalab untuk penyedap masakan tradisional.
Kandungan Kimia
Seluruh herba (termasuk akar) mengandung glikosida apiin (gli­ko­sida flavon), isoquercitrin dan umbelliferon. Juga mengandung manni­te, inosite, asparagine, glutamine, choline, linama­rose, pro vitamin A, vitamin C dan B.11

Apiin ini ketika masuk ke lambung, oleh pengaruh asam lambung akan pecah menjadi apigenin dan gula. Apigenin ini memiliki efek sebagai penurun tekanan darah (sistole) di dalam tubuh. Kandungan asam-asam dalam minyak atsiri biji antara lain asam-asam resin, asam-asam lemak terutama palmitat, oleat, linoleat dan petroselinat (sebagai komponen utama).11
Senyawa kumarin lain ditemukan dalam biji, yaitu ber­gap­ten, seselin, iso­imperato­rin, aste­nol, isopimpinelin dan apigrafin.5, 13, 14
Daun mengandung minyak atsiri, protein, kalsium, garam fosfat, vitamin A, B, dan C8. Batang, daun dan bijinya mengandung apiin, apigenin. Dalam biji ditemukan alkaloid yang strukturnya belum dapat diidentifikasi.3

Di India, herbanya mengandung zat warna karotenoid total sebe­sar 435 mg/g dan buah/bijinya mengandung tiamin 7,9 g/g.12
Buah atau seledri mengandung 2-3% minyak atsiri, terdiri antara lain 14 :
3-Bu­tyltetrahydrophthalide————————3-Butylhexahydrophthalide
3-Butylphthalide————————————–3-Isovalide­nephthalide
3-Isobutylidene-3a.,4,5,6-tetra­hydro­phtha­lide—3-Propylidenephthalide
3-Isovalidene-3a,4-dihydro­phthalide—————3-Sedanolide
Apiol
Bisabolene
Butyl­phthalide
Butyl­phthalide
Butyl-4,5-dihydrophthalide
Calamenene
Camphene
Carvacrol
b-Caryophyllene
luminal
5-penta­Cyclohexa-1,3-diene
p-Cy­mene
Dihy­dro­carvone
Elemene
a-Elemene
b-Elemene
Elemicine
Farnesene
(E)-b-Farnesene
iso-Furanogermacrene
Humuladienone
Humulene
Iso-cnidium lactone
Li­monene
Z-Ligustilide
Myrcene
Myristicine
Neo­cnidilide
allo-Ocimene
cis-allo-Ocimene
cis-b-Ocimene
trans-b-Ocimene
Pentylbenzene
a-Pinene
b-Pinene
Santalol
Sedaenolide
Sedanonic acid
Sedanolide
Sedanonide
b-Selinene
Senkyunolide
Sesquiterpene acetate
a-Terpinene
g-Terpinene
a-Terpineol
a-Thujene
a-Thujone
Thymol
Tiglate ester
Tricyclene
Valerophenone

Kom­po­nen-komponen minyak atsiri lainnya terdiri dari se­nyawa sejenis kamfor yang tersusun dalam minyak atsiri yang dike­nal sebagai apiol.1
Disamping itu terdapat pula golongan senyawa kumarin : osthe­nol, apigravin, celerin (suatu C-pre­nyl-coumarins), gli­ko­­sida fura­no­coumarins, furocoumarin, apiumetin, rutare­tin, no­dakenetin; golong­an senyawa flavonoid : apigenin iso­que­ci­trin dan golongan se­nyawa alka­loid.
Efek Biologik
Pemberian intravena ekstrak daun seledri pada anjing dapat me­nurunkan tekanan darah normal. Efek hipotensif juga ditunjukkan oleh pemberian intravena pada anjing dan kelinci. Telah dibuktikan pula adanya efek menurunkan tekanan darah pada 16 orang laki-laki berte­kanan darah tinggi yang diberi 40 ml campuran ekstrak seledri dan ma­du atau sirup secara oral 3 kali sehari.

Senyawa ftalid yang ter­kan­dung dalam minyak atsiri biji mem­punyai efek sedatif spasmolitik pada mencit.5, 14
Beberapa pengamatan toksisitas telah dilaporkan berkaitan dengan konsumsi pucuk-pucuk seledri dengan kandungan nitrat tinggi, yaitu 3,2 – 7% bobot kering dapat menyebabkan menurun­nya berat badan sapi di California.
Pekerja di perkebunan seledri mempunyai resiko tinggi terkena penyakit kulit, gatal berbintik-bintik.
Seluruh bagian tanaman berefek menurunkan tekanan darah pada hewan yang dibuat hiper­tensi. Pada pemberian intravena apigenin 10 mg/kg pada anjing dan kelinci dapat menurunkan tekanan darah dari 120 mmHg menjadi 70 mmHg. Efek tersebut dapat dilihat pada anjing dengan hipertensi esensial.
Pemberian per-oral dan intravena cairan segar seluruh bagian tanaman dapat menurunkan tekanan darah anjing maupun sampai sebesar 50%.
Efek penurunan tekanan darah tersebut disebabkan karena terjadi­nya stimulasi pada reseptor kimia (chemoreceptor) pada “carotid bo­dy” dan “aorticarch”. Dan efek ini ada kaitannya dengan sistem sya­raf simpatik.
Apigenin diketahui pula dapat berefek pada pelebaran pembuluh darah perifer. Apiin dan Api­genin yang diberikan peroral dapat merupa­kan antagonis eksitasi mencit yang diberi kokain.
Minyak atsiri biji berefek anti-kejang (tranquilizer dan anticon­vul­sant) pada mencit, sedang­kan alkaloid yang terdapat pada biji seledri mempunyai potensi sebagai penenang dan anti kejang pada mencit. Indeks terapi efek penenang dari-padanya relatif tinggi.
Minyak atsiri biji seledri dapat menghambat pertumbuhan Candi­da albicans dan Histoplas­ma capsulatum. Minyak atsiri seledri bersa­ma dengan asam ferulat mempunyai aksi saling mengu­atkan efek anti jamur.
Bijinya tidak terbukti berpotensi sebagai anti malaria dan seluruh herba juga tidak terbukti berpotensi sebagai antibiotik.12
Sucapigraveol mempunyai peran pada peningkatan jumlah urine dan penurunan urea dari anion klorida.
Komponen terpenoid minyak atsiri dapat menyebabkan kontraksi uterus, baik pada keadaan hamil maupun tidak hamil.3, 10 Alkaloid dan beberapa senyawa kumarin kemungkinan mempunyai efek sebagai tranquilizer.14
Hasil Penelitian Mutakhir
- Kandungan dl-3-n-butilftalida mencegah kerusakan oksidatif dan mengurangi disfungsi mitokondria dalam MPP (+) yang diinduksi penyakit Parkinson (Huang, dkk 2010)

- Karvakrol dan sinamil aldehida dalam seledri bersifat menonaktifkan resisten antibiotik resisten terhadap Salmonella (Rhavinsakhar, 2010)
- Triterpenoid dan flavonoid dari seledri (Apium graveolens) (Zhou dkk, 2010)
- Kandungan kimia dari seledri segar (Zhou dkk, 2009)
- Kandungan bari dari biji seledri menghambat pertumbuhan bakteri Helico­bacter pylori (Zhou D dkk, 2009)
- Seledri sebagai pembunuh serangga (Khater, 2010)
- Seledri sebagai anti oksidan (Jimenez dkk, 2010)
- Minyak atsiri seledri sebagai pengusir serangga (Tuetun, 2010)
- Seledri sebagai pengharum makanan (Kurobayashi, 2010)
- Ekstrak daun seledri sebagai antibakteri dan anti-radang (Mencherini, 2010)
Toksisitas
Dapat menyebabkan iritasi epitel dan menimbulkan reaksi foto­sensitivitas.


Dosis
Biji : 1,3 sampai 5 gram
Budidaya
Seledri ditanam terutama pada daerah ketinggian 1000 – 2100 m di atas permukaan laut, di­perbanyak dengan biji atau anakan rumpun. Biji disebar merata dalam barisan di atas bedengan yang gembur. Jarak antara barisan 25 cm. Biji mulai berkecambah setelah 3 minggu. Kemudian berangsur-angsur diperjarang hingga jarak tanam akhirnya 25 x 25 cm. Tanaman ini tahan hidup sampai lebih dari dua tahun. Penyiangan diperlukan untuk membersihkan gulma dan menggem­burkan tanah.7

Pemupukan nitrogen dilakukan setelah umur 4-5 minggu, kemu­dian disusul lagi 2 minggu berikutnya. Pupuk dapat dilarutkan dalam air siraman atau ditugalkan di dekat tanaman. Diusa­hakan agar rum­pun tanaman tidak terlalu banyak anakannya, karena akan berakibat batang dan daunnya tumbuh kecil-kecil.
Seledri baru dapat dipungut hasilnya pada umur 1,5 bulan (dalam hal ini dipanen daunnya). Tangkai daun yang agak tua dipotong 1 cm di atas pangkal daun. Daun muda dibiarkan tumbuh terus, jangan dipe­tik. Kadang-kadang panen juga dilakukan dengan cara mengambil se­bagian dari anakan rumpun batang.7


Kepustakaan
  1. Anonim, 1985, Materia Medika Indonesia., Jilid I., Departemen Kesehatan RI., Jakarta., p. 14
  2. Anonim, 1988, Application of Gas-Liquid Chromatography to the Analysis of Essential Oils., Part XIV. Monographs for Five Essential Oils Royal Society of Chemistry., Burlington House., Piccadilly, London Wiv OBN., UK Analyst; Vol. 113., p. 1134
  3. Chang, HM., But, PPH., 1986, Pharmacology and Applications of Chinese Materia Medica.,  Vol. 2., World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., Singapore, p. 893-895
  4. Claus EP., 1961, Pharmacognosy., 4th Ed., Lea & Febiger., Philadelphia., p. 203
  5. Duke, J.A., 1985, CRC-Handbook of Medicinal Herbs., CRC-Press Inc., Boca Raton., p. 45-46
  6. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia., Jilid I (terjemahan)., Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta., p. 1547-1548
  7. Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Soemarno, 1991, Budidaya Berbagai Jenis Tanaman Tropika., Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya., Malang., p. 386-387
  8. Mardisiswoyo S., Radjak Mangunsudarso, H., 1965, Tjabe Pujang Warisan Nenek Mojang., Cetakan pertama, Penerbit Prapantja., p. 59
  9. Ochse J.J., 1977, Vegetables of The Dutch East Indies., English Edition., A. Asher & Co. B.V. Amsterdam., p. 699-702
  10. Osol A., & Farrar GE., 1955, The Dispensatory of The United States of America., 25th Ed., J.B. Lippingcott Co., Philadelphia., USA., p. 1620
  11. Perry L.M., 1980, Medicinal Plants of East and Southeast Asia : Attributed, Properties, and Uses., The MIT Press., Massachusetts., p. 413
  12. Watt J.M., & M.G. Breyer-BrandWijk, 1962, The Medicinal and Poisonous Plants of Southern and Eastern Africa., 2nd Ed., E. S. Livingstone Ltd. London., p. 1033-1034
  13. Wichtl, M., 1994, Herbal Drugs and Phytopharmacochemistry., MedPhar Scientific Publishers., CRC-Press., p. 81-82
  14. Zwaving, 1989, Mid Career Training in Pharmacochemistry., Joint Project between Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta and the Department of Pharmacochemistry Vrij Universiteit, Amsterdam., p. 46-47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar