selamat datang

wellcome di peluang & spirit

Senin, 28 Februari 2011

Curcuma xanthorriza (Temulawak)

Curcuma xanthorrhiza Roxb.. (Zingiberaceae)

Temu lawak


Didik Gunawan dkk, 1998, Tumbuhan Obat Indonesia., PPOT UGM.
Sinonim :
Deskripsi
Merupakan semak berimpang, tinggi mencapai 2,5 m. Batangnya semu terbentuk dari pelepah daun yang saling bertautan, lunak, pada pang­kalnya membentuk rimpang besar berwarna kuning muda, globular, kulit rimpang kuning tua atau coklat kemerahan. Daging rimpang orange ke­coklatan; bercabang, dengan warna cabang yang lebih pucat. Bau me­rang­sang, berasa agak pahit. Rimpang terdiri dari rimpang induk ber­ben­tuk bulat telur dengan anakan rimpang yang lebih langsing ber­jumlah 3-4. Daunnya berbentuk oval, tunggal, dengan ujung meruncing, per­mukaan licin dan tepinya rata, pertulangan daun me­nyirip, warna daun hijau de­ngan tulang daun yang di tengah ungu. Bunga tum­buh pada bagian dekat dengan tanah, berupa bu­nga majemuk berbulir, memiliki banyak daun pe­lindung, kelopaknya be­rambut, putih, mahkota juga putih berbentuk ta­bung, benang sari kuning muda.11, 12, 14
Temulawak yang me­ru­pakan tanaman asli Indonesia banyak tum­buh di daerah tro­pis, baik dataran rendah ma­u­pun ting­gi, Di Jawa se­ring tum­buh liar di peka­rang­an-pe­ka­rang­an, ping­gir-ping­gir jalan dan le­­reng-lereng sungai. Rim­­pang­nya menja­di ko­mo­diti penting sejak da­hu­lu se­bagai bahan jamu, peng­­hasil zat war­na, dan aro­ma­tikum.
Kegunaan di Masya­ra­kat
Secara tradisional rim­pang temulawak di­gu­na­kan untuk peluruh batu empedu, pelancar ASI, pelancar pe­ncernaan, penurun panas, pe­luruh batu ginjal, menurunkan kolesterol, dan anti jarawat; Di ma­sya­rakat, biasanya digu­na­kan sebagai penambah nafsu makan.1, 15
Kandungan Kimia
Zat warna kuning 1-2% (Curcumin dan monodesmethoxy-cur­cumin). Minyak atsiri 5% (dengan komponen utama 1-Cyclo­iso­prene­myrcene 85%) Curcuminoid, yang terdiri dari 1,2-2% Curcumin dan monodesmethoxycurcumin). Komponen minyak atsiri lainnya : b-Cur­cumene ar-curcumene, xanthorrhizol, germacron.8, 15
Curcuma xanthorrhiza



Curcumin, atau bis-(4-hydroxy-3-methoxy-cinnamoyl)-methane, C21H20O6 (yang juga dikenal sebagai diferuloyl-methane) adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air atau eter, larut dalam alkohol. Dalam larutan basa Curcumin menghasilkan larutan yang ber­warna merah kecoklatan yang apabila ditambahkan larutan asam akan berubah warna menjadi kuning.7, 13
Curcumin, mono
dan bisdesmethoxycurcumin memiliki sifat se­ba­gai antioksidan.16
Efek Biologik
Data penelitian pada hewan uji (anjing) menunjukkan bahwa mempunyai sifat merangsang produksi empedu dan sekresi pankreas.3 Kurkumin dan komponen minyak atsiri yaitu p-tolylmethyl carbinol memberikan efek sinergis. Minyak atsiri mem­punyai sifat choleretic. Ti­dak adanya bisdesmethoxycurcumin di dalam temulawak menun­jang efek tersebut karena pada pemberian secara intravena senyawa ini pada tikus akan menurunkan sekresi empedu.9
Pada uji klinik menunjukkan bahwa ekstrak temulawak mempu­nyai efek menaikkan sekresi empedu dan pankreas.3 Pem­berian ekstrak temulawak dalam etanol 50% pada hewan uji menun­juk­kan bahwa ekstrak tersebut dapat memperbaiki kerusakan sel parenkim hati yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dan o-galaktosamin.3 Seduhan te­mulawak 400 dan 800 mg/kg.BB. yang diberikan selama 6 hari serta pa­da dosis 200, 400 dan 800 mg/kg.BB. selama 14 hari dapat menu­runkan aktivitas GPT serum dan luas daerah nekrosis akibat pemberian parasetamol dosis hepato­toksik.
Cairan infus temulawak yang diberikan pada dosis rendah ber­ulang kali akan mempercepat kerja usus halus. Sebaliknya pada dosis yang lebih besar akan menghambat atau menghentikan kerja usus halus hewan uji.3 Pemberian serbuk temulawak pada anjing dengan dosis 400 mg/kg selama 3-7 hari dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan sel hati.3 Efek yang sama juga ditimbulkan oleh pemberian 0,1 – 0,5% curcumin selama 7 hari pada tikus putih betina.
Curcumin
, natrium curcuminic dan turunan semisintetiknya feru­lo­il 4-hydroxycinnamoilmethane dan bis-4-hydroxycinnamoilmethane mem­punyai efek antiradang pada hewan uji. Disebutkan juga senyawa tersebut dapat menurunkan SGPT yang semula kadarnya meningkat pada proses peradangan. Pada percobaan juga diketahui bahwa sifat toksisitas Curcumin dan turunannya terhadap sel darah dan kemung­kinan timbulnya ulkus (efek ulcerogenic) tidak ditemukan.3
Rebusan rimpang temulawak pada dosis yang setara dengan 1 kali dan 10 kali dosis yang lazim, mempunyai efek diuretik dengan daya kurang lebih separuh dari daya diuretik hydrochlorotiazide 1,6 mg/kg. BB. Ekstrak eter temulawak mempunyai efek anti jamur terhadap Mi­cro­sporum canis, Trichophyton violaceum dan Microsporum gypseum juga terhadap pertumbuhan Candida albican tetapi efeknya lemah.6
Senyawa ester ethyl cinnamate begitu pula para methoxycinna­mate mempunyai daya insektisida terhadap larva Spodoptera letto­ralis pada konsentrasi 2 ml. Senyawa lain yang berperan sebagai insek­tisida adalah xanthorrhizol, ar-curcumene, germacron, furanodieno­ne.8

Efek yang tidak diinginkan
Dosis besar atau pemberian jangka lama akan mengakibatkan iri­tasi membrana mukosa lambung yang menyebabkan timbulnya rasa mual.16 Rasa mual ini dikesan oleh yang bersangkutan sebagai rasa lapar yang sangat (Jw. Kelingsir).
Pemberian kepada pasien penderita batu empedu mengandung resiko terjadi penyumbatan saluran empedu.16
Toksisitas

Dosis
Untuk pelancar ASI digunakan ± 20 gram rimpang segar, diparut, diperas airnya lalu disaring. Hasil saringan ditambah 2 sendok makan madu, diaduk lalu diminum sehari dua kali, pagi dan sore.12
Untuk minuman penyegar digunakan 0,5-1 gram serbuk rimpang yang kasar (tidak terlalu halus) direbus dengan 1-2 gelas air hingga diperoleh 1 gelas rebusan temulawak, kemudian disaring. Untuk me­rang­sang produksi empedu diminum sebanyak 1 cangkir penuh untuk selama sehari. Untuk perut kembung dan merangsang keluarnya angin perut secangkir rebusan diminum sebelum atau selama makan.16

Budidaya
Temulawak tumbuh tersebar luas di Indonesia, di Jawa tumbuh liar di hutan-hutan jati, di tanah yang kering dan padang ilalang atau sengaja ditanam di tegalan. Tanaman ini tumbuh pada ketinggian 5-1500 m di atas permukaan laut. Curah hujan opti­mum 1000-200 mm per tahun., tidak tahan penggenangan. Temulawak merupakan tanaman yang menyukai lingkungan gelap dan lembab tetapi tidak terlalu tergantung pada kondisi tanah. Untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan yang subur dan gembur, dengan iklim tipe A, B dan C. Rentang toleransi untuk pertumbuhan berkisar antara 19-35oC.1, 2
Untuk memperbanyak tanaman digunakan rimpang yang sudah cukup tua dari tanaman yang sudah berumur 9 bulan atau tanaman yang sudah gugur daunnya. Potongan bibit rimpang yang mengandung 2-3 tunas dan dijemur selama kurang lebih satu minggu antara jam 8.00 – 12.00 akan memberikan hasil yang lebih tinggi jika dibanding dengan bibit segar. Jarak masing-masing bibit adalah 60 x 60 cm. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara mencangkul atau menggarap kira-kira 1 bulan sebelum tanam. Penanaman dengan kedalaman 23-30 cm serta dibuatkan bedengan setinggi 30 cm, panjang 4 m dan lebarnya 2 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 20-40 cm dan dipupuk dengan pupuk kandang. Pemupukan dengan pupuk kandang dilakukan 2 minggu sebelum tanam, kemudian 4 bulan dan 6 bulan setelah tanam. Pemeliharaan tanaman temulawak terutama berupa penyiangan yang tergantung ada tidaknya gulma. Panenan dilakukan pada umur 9 bulan setelah bagian tanaman yang berada di atas tanah mengering atau gugur. Pada dataran rendah (240 m dari permukaan air laut) produksi rim­pang segar dan patinya akan tinggi; sebaliknya kadar minyak atsiri tertinggi (1,63%) diperoleh di daerah pada ketinggian 1200 m di atas permukaan laut.1, 2, 4
Percobaan budidaya kultur jaringan  di laboratorium me­nunjukkan bahwa dalam medium Ringe dan Nitsch tanpa hormon tidak terbentuk organ tanaman, kalus akan terbentuk kalau tunas ta­naman ditanam pada medium yang ditambahkan 10 mg BA/l dan `5 mg NAA/l. Kalau tunas ditanam pada medium dengan 1 mg BA/l dan 1 mg NAA/l akan terbentuk akar dan batang.5
Penanaman dilakukan dengan cabang-cabang rimpang dengan 1-2 mata tunas yang ditanamkan pada tanah yang digemburkan dengan kedalaman 5-71/2 cm dan jarak tanam 25-30 cm.4


Kepustakaan
1.  Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia, jilid III Departemen Kesehatan R.I., hal. 70
2.  Djakamihardja  S., P. Setyadiredja dan Sudjono, 1985, Budidaya Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan Prospek Pengembangannya di Indonesia., dalam Proceedings Simposium Nasional Temulawak., UNPAD., Bandung
3.  Hadi, S., 1985, Manfaat temulawak ditinjau dari segi kedokteran, Proceedings Simposium National Temulawak, UNPAD,Bandung.
4.  Ika Rochdjatun Sastrahidajat & Soemarno, 1991, Budidaya Tanaman Tropika., Usaha Nasional., Surabaya., p. 131
5.  Mukri,Z., Baehaki,A. dan Soedigdo,P., 1985, Kultur Jaringan temulawak (Curcuma xanthorrhiza TM Roxb.) Proceeding Simposium Nasional Temulawak, UNPAD, Bandung.
6.  Oei Ban Liang dkk., 1986, Efek koleretik dan anti kapang komponen Curcuma xanthorrhiza Roxb, Curcuma domestica Val., Konggres Ilmiah VI ISFI, Yogyakarta.
7.  Osol A., & Farrar GE., 1955, The Dispensatory of The United States of America., 25th Ed., J.B. Lippingcott Co., Philadelphia., USA., p. 1659
8.  Pandji C., C. Grimm, V. Wray, L. Witte, P. Proksch, 1993, “Insecticidal Constituents from Species of the Zingiberaceae”.,  Phytochemistry.
9.  Paris, R.R; Moyse M.H; 1981 Matiere Medicale Tome II, Masson, Paris,
10.  Prana, MS., 1985, Beberapa Aspek Biologi Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.).,  dalam Proceeding Simposium Nasional Temulawak., UNPAD., Bandung.
11.  Sastrapradja S., M. Asy’ari, E. Djajasukma, E. Kasim, I. Lunis, S.H. Aminah L., 1978, Tumbuhan Obat., Lembaga Biologi Nasional., LIPI., Bogor.
12.  Sri Sugati S., & J.R. Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia., Balitbang Kesehatan., DepKes RI., Jakarta., p. 192-193
13.  Stecher P.G. (Editor), 1968, The Merck Index : an Encyclopedia of Chemicals and Drugs., Merck & Co, Inc. USA., p. 305
14.  Tjitrosoepomo G; 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan, Gadjah Mada University Press. p.429.
15.  Wagner H; 1993, Pharmazeutische Biologie. 5.Aufl. Gustav-Fischer Verlag, p.103
16.  Wichtl, M., 1994, Herbal Drugs and Phytopharmacochemistry., MedPhar Scientific Publishers., CRC-Press., p. 176-178

Tidak ada komentar:

Posting Komentar